Rabu, 21 Maret 2012

GGK


GAGAL GINJAL KRONIK

 A.  KONSEP DASAR PENYAKIT
      1.  Pengertian
      Gagal ginjal kronik adalah penurunan faal ginjal, yang umumnya tidak reversible dan cukup lanjut dan menahun.
      Insufisiensi ginjal kronik adalah penurunan faal ginjal yang menahun namun tandanya lebih ringan dari gagal ginjal kronik
2.   Etiologi
      Gagal Ginjal kronik merupakan penyakit ginjal dalam tahap lanjut yang disebabkan oleh karena komplikasi dari penyakit ginjal yang lainnya, diantaranya :
a.       Jika ada riwayat batu ginjal maka penyebab GGK dapat berupa penyakit ginjal obstruksi
b.       Adanya riwayat penyakit ginjal keluarga mengarah kepada penyakit ginbjal genetic
c.       Glomerulonefritis kronik
d.      Nefropati diabetik dan Nefropati Gout
e.       Nefropati lupus serta penyakit ginjal yang lainnya
3.   Gangguan Sistem pada GGK
a.   Pada sistem gastrointestinal berupa :
v   Anoreksia, nausea dan vomitus yang berhubungan dengan gangguan metabolisme protein dalam usus, terbentuknya zat – zat toksik akibat metabolisme bakteri usus seperti ammonia dan metil guanidine, serta sembabnya mukosa usus
v   Foetor uremik disebabkan oleh uerum yang berlebihan pada air liur diubah oleh bakteri dimulut menjadi amoniak sehingga nafas berbau amoniak. Akibat yang lainnya adalah timbulnya stomatitis dan parotitis
v   Cegukan ( Hiccup ) penyebab yang pasti belum diketahui
v   Gastritis erosive , ulkus peptic dan colitis uremik
b.   Pada sistem integumen
v   Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning – kuningan akibat penumpukan urokrom
v   Gatal – gatal dengan ekskoriasi akibat toksin uremik dan pengendapan kalsium di pori – pori kulit
v   Ekimosis akibat gangguan hematologik
v   Bekas garukan karena gatal
c.    Pada sistem hematologik
v   Anemia normokrom, normositer dapat disebabkan oleh :
-          Berkurangnya produksi eritropoetin sehingga rangsangan eritropoesis pada sumsum tulang berkurang
-          Hemolisis , akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik
-          Defisiensi besi, asam folat akibat nafsu makan berkurang
-          Perdarahan pada saluran percernaan dan kulit
-          Fibrosis sumsum tulang akibat hiperparatiroidisme sekunder
v   Gangguan fungsi trombosit dan trombositopenia
-          Masa perdarahan memanjang
-          Perdarahan akibat agregasi dan adhesi trombosit yang berkurang.
v  Gangguan fungsi leukosit
-          Hipersegmentasi leukosit
-          Fagositosis dan kemotaksis berkurang sehingga memudahkan timbulnya infeksi
-          Fungsi limfosit menurun menimbulkan imunitas ikut menurun
d.   Pada sistem saraf dan otot
v   Restless Leg Syndrom : penderita merasa pegal di tungkai bawah dan selalu menggerakkan kakinya
v   Burning Feet Syndrome : rasa kesemutan seperti terbakar terutama pada telapak kaki
v   Ensefalopati metabolik : lemas, tidak bisa tidur, gangguan kosentrasi, tremor, mioklonik dan kejang – kejang
e.    Pada sistem kardiovaskuler
v  Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan aktivitas sistem renin – angiotensin – aldosteron
v  Nyeri dada dan sesak nafas akibat perikarditis, efusi pericardial, penyakit jantung koroner akibat aterosklerosis yang timbul dini, dan gagal jantung akibat penimbunan cairan dan hipertensi
v  Gangguan irama jantung akibat aterosklerosis dini, gangguan elektrolit dan kalsifikasi metastatik
v  Edema akibat penimbunan cairan
f.    Pada sistem Endokrin
v  Gangguan seksual : libido, fertilitas dan ereksi menurun pada laki – laki akibat produksi testosteron dan spermatogenesis yang menurun, serta dihubungkan dengan metabolik tertentu misalnya hormon paratiroid. Pada wanita timbul gangguan menstruasi, gangguan ovulasi sampai amenorea
v  Gangguan toleransi glukosa
v  Gangguan metabolisme lamak
v  Gangguan metabolisme vitamin D
g.   Gangguan sistim tubuh yang lain
v  Tulang ; osteodistrofi renal, yaitu osteomalasia, osteitis fibrosa, osteosklerosis dan kalsifikasi matastatik
v  Asam basa : asidosis metabolik akibat penimbunan asam organik sebagai hasil dari metabolisme
v  Elektrolit : hipokalsemia, hiperfosfatemia, hiperkalemia
4.   Pemeriksaan Penunjang
a.   Radiologi
      Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi GGK
b.   Foto polos abdomen
      Sebaiknya dilakukan tanpa puasa karena dehidrasi akan memperburuk fungsi ginjal. Menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah ada batu atau obstruksi lain
c.    Pielografi Intra Vena ( PIV )
      Dapat dilakukan dengan cara Intravenous infusion piolography, menilai system pelviokalises dan ureter
d.       Renogram
Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi gangguan ( vascular, parenkin, ekskresi ) serta sisa fungsi ginjal

e.       Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dilaksanakan untuk menetapkan adanya GGK, menentukan ada tidaknya kegawatan, menetukan derajat GGK, menetapkan system, dan membantu menetapkan etiologi
f.        Pemeriksaan Radiologi Jantung
Untuk mencari apakah terdapat kardiomegali, efusi pericardial
g.       Pemeriksaan Radiologi Tulang
Mencari osteodistrofi terutama falanks / jari, kalsifikasi metastatik
5.   Faktor – factor yang memperburuk GGK
a.       Infeksi traktus urinarius
b.       Obstruksi traktus urinarius
c.       Hipertensi
d.      Gangguan perfusi / aliran darah ginjal
e.       Gangguan elektrolit
f.        Pemakaian obat – obat nefrotoksik
6.   Penatalaksanaan Konservatif
a.   Cairan dan natrium
      Hidrasi dapat dipertahankan dengan pemberian 3 liter air, sehingga urine yang terbentuk sekitar 2 – 2,5 liter. Dengan semikian keperluan cairan sebagai pelarut dapat terpenuhi, karena ginjal memproduksi urin yang isoosmotik. Selain itu ureum diekresikan secara maksimal bila volume urine sebanyak 2 ml/ menit. Kelebihan cairan yaitu lebih dari 3 liter akan menyebabkan munculnya gejala – gejala hiponatremia.
      Natrium perlu dibatasi, karena natrium dipertahankan di dalam tubuh walaupun faal ginjal sudah menurun. Parameter yang dapat digunakan untuk menilai kecukupan natrium adalah berat badan, kadar Na urin dan serum serta laju filtrasi glomerulus. Pemberian Natrium harus dalam jumlah maksimal yang ditolelir dengan tujuan untuk mempertahankan volume cairan ekstraselular
b.       Kalium
Jika terjadi hiperkalasemia perlu dilakukan pembatasan kalium dari makanan, polisteron sulfonat dan sorbitol, fusemid dosis tinggi 100 mg – 500 mg dipergunakan untuk menurunkan kadar kalium. Pengobatan yang lebih definitive adalah dialysis
c.    Diet Rendah Protein
      Giordano dan Giovenetti membuktikan bahwa diet yang hanya mengandung 20 gram protein dapat menurunkan kadar urea nitrogen darah ( BUN ), mempertahankan keseimbangan nitrogen. Kebutuhan kalori harus dipenuhi guna mencegah terjadinya pembakaran protein tubuh dan merangsang pengeluaran insulin. Kalori diberikan sekitar 35 Kal / kg BB , dikurangi bila terdapat diabetes mellitus dan obesitas. Agar diet rendah protein berhasil bai diberikan terlebih dahulu diet protein untuk 1 – 3 minggu atau 2 kali dialysis agar gejala ureum hilang. Diet rendah protein diberikan bertahap mulai dengan 60 g protein/hari. Bila faal ginjal menerun atau ginjal ureum menetap maka jumlah protein diturunkan menjadi 40 g ( LFG < 5 – 10 ml/menit ), kemudian menjadi 20 g          ( LFG < 5 ml/menit ). Protein yang diberikan haruslah memiliki nilai biologis yang tingga yaitu 40 % asam amino esensial
d.   Transfusi darah
      Transfusi darah hanya diberikan bila sangat perlu, misalnya ada payah jantung, insufisiensi koroner yang disebabkan oleh anemia, serta pasien usia lanjut yang tidak dapat bertahan dengan HB yang rendah. Transfusi darah perlu untuk persiapan transplantasi
e.    Kalsium dan Fosfor
      Apabila didapatkan kadar plasma kalsium yang rendah dengan nilai albumin serum yang normal maka 1,25 dihidroksikalsiferol ( Recaltrol ) dapat diberikan 0,25 – 0,5 agar absrbsi kalsium dari usus meningkat. Kadar fosfat harus diturunkan dahulu untuk mencegah kalsifikasi jaringan
      Fosfat meningkat kadarnya pada GGK. Nilai fosfat pada GGK ditekan oleh hormon paratiroidi, sehingga pada GGK terjadi Hiperparatiroidisme. Agar hal tersebut tidak tejadi mak kadar fosfat harus diturunkan dengan pengikatan oleh aluminium hidroksid, mencegah pemberian produk susu. Kadar aluminium dalamdarah harus diperhatikan pada pemberian aluminium hidroksid. Bila kadar ini telah melebihi 100 – 150 mg / l maka pemberiannya harus dihentikan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar