Jumat, 14 Oktober 2011

PUISI KARYA-KARYA KHALIL GIBRAN (1833-1931) PART VI

PROSA (I)

Bila engkau sedang bersukaria
renunglah dalam-dalam
ke lubuk hati
disanalah nanti engkau dapati
bahwa hanya yang pernah membuat derita
berkemampuan memberimu bahagia

Jika engkau berdukacita
renunanglah lagi, ke lubuk hati
disanalah pula bakal kau temui
bahawa sesungguhnya
engkau sedang menangisi
sesuatu yang pernah
engkau syukuri

Khalil Gibran

PROSA (II)

Bila kau memberi dari hartamu, tidak banyaklah pemberian itu. Bila kau
memberi dari dirimu, itulah pemberian yang penuh erti. Sebab, apalah harta
milikan itu, pabila ia bukan simpanan yang kaujaga buat persediaan di hari
kemudian ?

Dan hari kemudian; terkandung janji apakah bagi dia, si anjing kikir, Yang
menimbun tulang-tulang di bawah pasir, Dalam perjalanan ke kota suci,
mengikuti musafir ?

Dan bukankah ketakutan akan kemiskinan, Merupakan kemiskinan itu sendiri ?
Ketakutan akan dahaga, sedangkan sumur masih penuh, Bukankah dahaga yang
tak mungkin dipuaskan ?

Ada orang yang memberi sedikit dari miliknya yang banyak Dan pemberian itu
dilakukan demi sanjungan, Hasrat tersembunyi membuat tak murni dermanya.

Ada pula yang memiliki sedikit dan memberikan segalanya. Merekalah yang
percaya akan kehidupan dan anugerah kehidupan, Dan peti mereka tiada
pernah mengalami kekosongan.

Ada yang memberi dengan kegembiraan di hati, Kegembiraanlah yang menjadi
anugerah pengganti. Ada yang memberi dengan kepedihan di hati, maka
Kepedihan menjadi air pensucian diri.

Dan ada yang memberi tanpa merasa sakit di dalamnya, Tanpa mencari
kegirangan dari pemberiannya, Tanpa mengingat-ingat kebaikannya; Mereka
memberi, sebagaimana di lembah sana, Bunga-bunga menyebarkan
wewangiannya ke udara.

Melalui mereka inilah, Tuhan berbicara, Dan dari sinar lembut tatapan mata
mereka Dia tersenyum pada dunia.
...

Sebab sesungguhnya, kehidupanlah yang memberi pada kehidupan .Sedangkan
kau, yang mengira dirimu seorang pemberi, Sebetulnya hanyalah seorang
saksi.

Dan kau, kaum penerima - ya, engkau semuanya tergolong penerima ! Jangan
memberati diri dengan rasa terhutang budi, Sebab kau akan membebani
dirimu dan dia yang memberi.

Sayugia kau bangkit bersama si pemberi, Naik sayap pemberiannya,
Melambung ke taraf yang lebih tinggi.

Terlampau menyedari hutangmu, adalah meragukan kedermawanan dia, Sang
putera Bumi yang murah hati, Dan Tuhan, sebagai sumber segala hartanya.

Khalil Gibran
PROSA (III)

Dan aku melihat hal-hal yang menyedihkan,
Para Malaikat Kebahagiaan tengah berperang dgn Syaitan-syaitan
Penderitaan
Dan Manusia berdiri di antara mereka.
Yang satu menariknya dengan Harapan dan yang lain dengan Keputus-asaan.

Aku melihat Cinta dan Benci bermain-main di hati manusia, Cinta
menyembunyikan kesalahan Manusia dan memabukkanya dengan anggur
kepatuhan, pujian dan rayuan: sementara Kebencian menghasutnya dan
menutup telinganya dan membutakan matanya dari Kebenaran...

Aku melihat para pemimpin mulutnya berbuih seperti serigala licik dan juri
penyelamat palsu merencanakan dan bersekongkol untuk Melawan
Kebahagiaan Manusia..

Dan aku melihat Manusia memanggil Kebijakan untuk membebaskannya, tetapi
Kebijakan tidak mendengar jeritannya, kerana Manusia pernah
Mengabaikannya ketika ia berbicara kepadanya di jalananan kota...

(Dari Suara Sang Guru)

Khalil Gibran

PROSA (IV)

Kemudian datang seorang pertapa, Yang sekali setahun turun ke kota,
Memohon jawapan tentang kesenangan. Jawabnya demikian :
Kesenangan adalah lagu kebebasan, Namun bukannya sang kebebasan sendiri,
Dialah bunga-bunga hasrat keinginan, Namun bukan buah yang asli. Sebuah
jurang ternganga yang berseru ke puncak ketinggian, Itulah dia ; namun dia
bukan kedalaman maupun ketinggian itu sendiri. Dialah si terkurung yang
terbang terlepas, Namun bukannya ruang yang terbentang luas ; Ya,
sesungguhnyalah kesenangan merupakan lagu kebebasan. Dan aku amat suka
bila dapat mendengarkan, Kalian menyanyikannya dengan sepenuh hati, Namun
jangan hanyutkan diri dalam nyanyian

Beberapa diantaramu mencari kesenangan, Seolah kesenangan itu adalah
segala-galanya, Dan mereka ini dipersoalkan, dihakimi dan dipersalahkan. Aku
tak akan mempersalahkannya, ataupun memarahinya,
Melainkan akan mendorong mereka untuk mencari dan menyelami. Sebab
mereka akan menemukan kesenangan, Namun kesenangan tiada berdiri
sendiri. Saudaranya ada beberapa, ialah tujuh orang puteri, Yang terjelek pun
diantaranya lebih unggul kecantikannya, Daripada dia yang bernama
kesenangan. Engkau pernah mendengar tentang seorang manusia, Yang
menggali tanah hendak mencari akar, Namun menemukan harta pusaka ?

Beberapa di antara orang tua mengenangkan saat kesenangan, Dengan penuh
rasa penyesalan, Seolah kesenangan itu dosa yang diperbuatnya, Tatkala
sedang terbius di luar kesedarannya.
Tapi penyesalan ini hanya mengaburkan akal budi, Tiada berkemampuan
menyucikan hati nurani, Sayugia mereka mengingat kesenangan yang lalu,
Dengan rasa syukur dan terima kasih dalam kalbu, Sebagaimana mereka
mengenang rahmat tuaian di musim panas ; Namun pabila rasa penyesalan
lebih menenteramkan hatinya, Maka biarlah mereka menikmati
ketenteramannya.

Dan ada di antaramu yang bukan lagi remaja namun masih perlu mencari, Pun
belum terlampau tua namun memerlukan kenang-kenangan untuk digali,
Lalu menyingkirkan segala kesenangan yang ada di mayapada, Khuatir
melemahkan kekuatan jiwa, Ataupun bertentangan dan merugikannya. Tapi
dalam pencegahan diri inipun terletak kesenangan mereka, Dan dengan
demikian mereka pun menemui sebuah mustika,

Walau semua mereka dengan tangan gementar, hanya mencuba menggali akar.
Tetapi katakanlah padaku, siapakah yang dapat menenang jiwa ? Si burung
bul-bul yang menyanyikan lagu merdu, Terganggukah olehnya ketenangan
malam yang syahdu ? Atau ambillah dia, si kunang-kunang, Adakah
diganggunya keagungan bintang-bintang ? Dan nyala api, ataupun asap bara,
Adakah dia memberati pawana ? Dan dikau mengira, bahwa jiwa merupakan
danau yang tenang, Yang hanya dengan sentuhan sepucuk kayu, dapat
kauganggu ?

Betapa seringnya, dengan menyingkiri segala kesenangan, Kau hanya
menimbun keinginan tersembunyi, di relung kesedaran. Siapa tahu bahawa apa
yang nampaknya lenyap sekarang, dari
permukaan, hanya menanti saat kebangkitan dihari kemudian ?

Bahkan jasmani memahami kudratnya dan keperluan hak alamiahnya, Serta
tiada sudi mengalami tipuan dari akal manusia. Jasmani adalah kecapi jiwa,
Tergantung kepada manusia, Untuk menggetarkannya dengan petikan lagu
merdu, Ataupun suara yang tiada menentu.

Lalu sekarang bertanyalah dalam hatimu; bagaimana cara membezakan baik-
buruk dalam kesenangan? Maka pergilah dikau ke ladang, kebun dan tamanmu,
Dan kau akan mengerti, bahawa bagi lebah, menghisap madu adalah
kesenangan, namun bagi bunga pun memberikan madu adalah kesenangan.

Untuk lebah, bunga merupakan pancaran kehidupan, Untuk bunga, lebah
merupakan duta kasih kehidupan. Dan bagi keduanya, sang lebah maupun sang
bunga, Memberi dan menerima kesenangan adalah keperluan dan keasyikan.

Rakyat Orphalese, bersenanglah bagaikan bunga dan lebah.

Khalil Gibran

KATA SELEMBAR KERTAS SEPUTIH SALJU

Kata selembar kertas seputih salju,"Aku tercipta secara murni, kerana itu
aku akan tetap murni selamanya. Lebih baik aku dibakar dan kembali menjadi
abu putih daripada menderita kerana tersentuh kegelapan atau didekati oleh
sesuatu yang kotor."

Tinta botol mendengar kata kertas itu. Ia tertawa dalam hatinya yang hitam,
tapi tak berani mendekatinya. Pensil-pensil beraneka warna pun
mendengarnya, dan mereka pun tak pernah mendekatinya. Dan selembar
kertas yang seputih salju itu tetap suci dan murni selamanya -suci dan murni-
dan kosong.

Khalil Gibran

TANYA SANG ANAK

Konon pada suatu desa terpencil
Terdapat sebuah keluarga
Terdiri dari sang ayah dan ibu
Serta seorang anak gadis muda dan naif!

Pada suatu hari sang anak bertanya pada sang ibu!
Ibu! Mengapa aku dilahirkan wanita?
Sang ibu menjawab,"Kerana ibu lebih kuat dari ayah!"
Sang anak terdiam dan berkata,"Kenapa jadi begitu?"

Sang anak pun bertanya kepada sang ayah!
Ayah! Kenapa ibu lebih kuat dari ayah?
Ayah pun menjawab,"Kerana ibumu seorang wanita!!!
Sang anak kembali terdiam.

Dan sang anak pun kembali bertanya!
Ayah! Apakah aku lebih kuat dari ayah?
Dan sang ayah pun kembali menjawab," Iya, kau adalah yang terkuat!"
Sang anak kembali terdiam dan sesekali mengerut dahinya.

Dan dia pun kembali melontarkan pertanyaan yang lain.
Ayah! Apakah aku lebih kuat dari ibu?
Ayah kembali menjawab,"Iya kaulah yang terhebat dan terkuat!"
"Kenapa ayah, kenapa aku yang terkuat?" Sang anak pun kembali melontarkan
pertanyaan.

Sang ayah pun menjawab dengan perlahan dan penuh kelembutan. "Kerana
engkau adalah buah dari cintanya!
Cinta yang dapat membuat semua manusia tertunduk dan terdiam. Cinta yang
dapat membuat semua manusia buta, tuli serta bisu!

Dan kau adalah segalanya buat kami.
Kebahagiaanmu adalah kebahagiaan kami.
Tawamu adalah tawa kami.
Tangismu adalah air mata kami.
Dan cintamu adalah cinta kami.
Dan sang anak pun kembali bertanya!
Apa itu Cinta, Ayah?
Apa itu cinta, Ibu?
Sang ayah dan ibu pun tersenyum!
Dan mereka pun menjawab,"Kau, kau adalah cinta kami sayang.."

Khalil Gibran

Tidak ada komentar:

Posting Komentar